Posts

Aturan Menerbangkan Drone di Bandara

Aturan Menerbangkan Drone di Bandara

Bagi para penerbang drone, penting untuk dapat mengetahui aturan atau regulasi yang berlaku untuk menerbangkan drone. Baik itu hobby aeromodelling maupun untuk keperluan professional seperti survey foto udara. Di Indonesia, regulasi yang mengatur penerbangan drone terdapat dalam PERMEN No. 90 Tahun 2015. Salahsatu poinnya, mengatur soal larangan menerbangkan drone di dekat wilayah Bandar Udara/Airport karena berpotensi mengganggu penerbangan. Bukan saja mengganggu tapi jelas membahayakan, Bisa dibayangkan bila drone yang kita terbangkan di depan pesawat terbang lalu terhisap kedalam mesin jet lalu timbul ledakan? Terlebih karena pesawat dalam kondisi pendaratan (Final Approach) adalah salahsatu fase kritis yang dapat menimbulkan kecelakaan.

Tapi ternyata sebelum drone sepopuler sekarang, justru pegiat aeromodelling banyak menerbangkan pesawat-pesawatnya di wilayah Bandara. Kenapa?  Karena hanya di bandaralah tersedia runway/landasan untuk memacu pesawat Aeromodelling berjenis fixed wing. Apakah mengganggu penerbangan?  Tidak berbahaya selama pilot berkomunikasi dengan ATC/Tower. Seperti saat ada pesawat hendak take-off atau landing, tower akan menghubungi salah satu komandan lapangan agar semua drone mendarat terlebih dahulu beberapa saat dengan jeda waktu yang aman.

Sebut saja bandara Husein Sastranegara di Bandung, dulunya adalah markas para pegiat Aeromodelling dari berbagai club dibawah naungan FASI / Federasi Aero Sport Indonesia. Seluruh anggota club waktu itu diberi pass masuk yang ditunjukan kepada anggota TNI yang berjaga di pos depan, karena Bandara Husein Sastranegara adalah Pangkalan Militer. Bertahun-tahun para anggota club Aeromodelling berlatih menerbangkan wahananya disana sampai pada tahun 2012, seiring dengan meningkatnya traffic penerbangan ke Bandung, kegiatan aeromodelling sepenuhnya dipindahkan ke Pangkalan Udara Sulaiman.

baca juga : Perbedaan Drone dan UAV

Bandara Husein Sastranegara

Perizinan untuk pengoperasian drone di Bandara harus mendapat restu dari dua pihak yaitu Pemerintah Daerah Setempat (Dinas Perhubungan), juga pihak bandara & PT Airnav dibawah koordinasi Kementerian Perhubungan RI. Kalau sudah dapat izin dari pihak-pihak tersebut, selanjutnya kita tinggal berkoordinasi dengan pihak di Bandara.

Setelah perizinan dari pemda selesai, selanjutnya adalah berkoordinasi dengan Tower / ATC di bandara tersebut. Di bandara-bandara besar, Tower dibagi-bagi tugas. Ada yang mengontrol pergerakan pesawat di darat (Grond Control Tower), ada yang mengendalikan pesawat pada zona tertentu (approach, tower, dll). Tapi di Bandara-bandara kecil biasanya cuma ada beberapa orang saja, jadi jauh lebih sederhana.

Selain soal pengalaman, Pihak bandara biasanya menanyakan satu hal penting kepada pilot drone, bagaimana Flight Path yang akan dilakukan? Disini harus dijelaskan bahwa flight path yang dilakukan 100% aman bagi penerbangan. ATC masih punya wewenang menolak perizinan terbang seandainya pilot tidak bisa memberi jaminan keamanan.

Ilustrasi Situasi di Air Traffic Control

Berdasarkan Peraturan Menteri, disebutkan mengenai area-area yang dilarang untuk menerbangkan drone, yang meliputi:

  • Kawasan Udara Terlarang (prohibited area): kawasan udara yang tidak diijinkan sama sekali untuk lewati oleh pesawat udara apapun.
  • Kawasan Udara Terbatas (restricted area): kawasan udara yang digunakan untuk kepentingan negara saja, yang jika sudah tidak aktif bisa digunakan untuk sipil.
  • Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP): wilayah sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan penerbangan.

Sementara dari jalur udara sendiri, drone juga tidak diijinkan terbang di:

  • Controlled Airspace: jalur udara yang digunakan untuk pelayanan penerbangan.
  • Uncontrolled Airspace di atas 150m. pada jalur udara yang tidak dijadikan pelayanan penerbangan pun, drone tidak diperkenankan terbang di atas 150m.

Berikut ini urutan tahap-tahap yang perlu dilakukan saat mengambil foto/video udara di airport dengan pergerakan pesawat aktif.

  1. Pastikan sudah mengantungi izin sesuai dengan peraturan yang berlaku di sebuah area. Koordinasikan perizinan dengan pemda Setempat serta otoritas Bandara. Di Indonesia perizinan terbang di Bandara harus sampai ke Pemprov / Pemkab dan Kementerian / Dinas Perhubungan, serta PT. Airnav.
  2. Saat tiba di bandara, segera lakukan koordinasi dengan otoritas bandara untuk meminta pendampingan sekuriti bandara selama operasional.
  3. Berkoordinasi dengan pihak Tower yang biasanya dikelola oleh PT. Airnav, untuk membicarakan jadwal take off dan landing, peta runway, apron dan taxiway, untuk menentukan posisi aman untuk operasional drone. Jangan lupa bawa 2 buah radio HT, 1 untuk tower, sementara satu lagi digunakan di posisi terbang.
  4. Saat standby di posisi operasional drone, laporlah kepada Tower, agar diberi informasi minimal beberapa saat sebelum pesawat taxi ke ujung landasan.
  5. Drone diterbangkan terlebih dahulu sebelum pesawat bergerak, untuk menjaga jarak aman antara drone dan pesawat terbang. Setelah posisi drone berada di posisi aman, laporlah kepada tower bahwa pesawat sudah aman untuk take off.
  6. Jangan gerakan drone anda selama pesawat belum take off. Ambil foto udara & Video udara di posisi yang aman.
  7. Setelah pesawat take off, baru daratkan kembali drone, lalu lapor ke tower bahwa drone sudah aman, yang artinya landasan sudah clear untuk pendaratan.

Sumber:

  • http://www.kaufikanril.com/2015/09/menerbangkan-drone-di-airport.html
  • https://www.plazakamera.com/regulasi-dan-aturan-menerbangkan-drone-di-indonesia/