Pembangunan harus dimulai dari desa. Tingkat urbanisasi yang semakin besar perlu upaya yang sungguh-sungguh dalam membangun desa. Urbanisasi tidak hanya menjadi masalah kota yang dituju (yang menyebabkan persaingan pencari kerja dan dampak sosial lainnya), tetapi juga menjadi masalah bagi desa yang ditinggalkan, yaitu kekurangan tenaga kerja.
Pembangunan desa tak bisa dipungkiri harus mampu menyerap tenaga kerja dan memakmurkan penduduk desa. Lalu apa yang diperlukan? Tentu saja perencanaan pembangunan yang bagus, yang sesuai dengan karakter serta potensi desa yang bersangkutan. Perencanaan tentu saja tidak luput dari peta. Perencanaan pembangunan tanpa peta, bagaimana bisa?
Berita tentang Peta Desa
Seperti dikatakan oleh Guru Besar Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. Aris Marfa’i bahwa ada enam urgensi pembuatan peta desa, yaitu untuk mengetahui posisi desa terhadap kawasan di sekitarnya, melihat potensi desa, menyelesaikan sengketa batas wilayah, inventarisasi aset desa dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, membantu perencanaan pembangunan infrastruktur desa, serta sebagai dasar informasi untuk integrasi spasial pembangunan wilayah. (https://ugm.ac.id/id/berita/11263-peta-desa-percepat-pembangunan-desa-dan-kawasan-pedesaan)
Demikian pentingnya peta bagi pembangunan desa, lalu apakah sudah terakomodasi dalam peraturan pemerintah. Sayangnya dalam Permendesa PDTT No 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020, pengadaan peta desa untuk perencanaan tidak disebutkan.
Peta Desa Lembang yang dikerjakan oleh ITB
Peta Desa bukan hanya batas wilayah desa, melainkan juga peta yang mampu memuat apa saja yang ada di desa tersebut. Sumber daya alam, pariwisata, sumber daya manusia dan aset-aset desa yang lain. Dengan kelengkapan tersebut, maka peta desa dapat menjadi acuan yang lebih berdaya guna sebagai bahan perencanaan pembangunan desa. Dana desa akan lebih terserap sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh desa.
Aset berharga pada perusahaan konsultan jasa survey dan pemetaan paling utama adalah manusia. Keberadaan aset ini harus selalu dijaga dan dirawat sehingga mampu memberikan positive feedback ke perusahaan. Aspek keselamatan dan kesehatan pekerja harus menjadi perhatian utama sebuah perusahaan.
Yang biasa kita kenal dengan Kesehatan dan keselamatan Kerja tidak hanya terbatas pemakaian APD (Alat Pelindung Diri), karena menurut WHO pengertian K3 adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan. Lingkup K3 sangat luas, jika merujuk pada definisi ini.
Biasanya kita hanya mengacu pada kesehatan fisik saja, seperti melakukan pekerjaan sesuai SOP (Standart Operational Procedure), melindungi dari bahaya fisik yang bisa menimpa di tempat kerja, membuatkan asuransi kesehatan dan lain-lain. Kita jarang menerapkan kesehatan mental seperti kenyamanan tempat kerja, pergaulan sesama pekerja, istirahat yang cukup serta menikmati waktu bersama keluarga.
Keselamatan dan kesehatan kerja, baik fisik dan mental, akan membuat aset perusahan yang paling berharga (yaitu pegawai) akan selalu terjaga dan produktif. Sehingga diharapkan bisa memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang pada akhirnya akan mensejahterakan karyawan dan lingkungan.
Pesawat tanpa awak atau kita kenal dengan drone, menjadi populer di kalangan masyarakat berkat banyaknya foto maupun video footage dari para hobbies fotografi dalam menangkap momen yang sinematik. Padahal drone pada awalnya hanyalah objek terbang sederhana sebagai sasaran target dalam dunia militer. Dalam istilah militer, pesawat tanpa awak lebih dikenal sebagai UAV atau Unmanned Aerial Vehicle. Pesawat ini dikendalikan dari suatu pangkalan untuk melaksanakan misi tertentu dengan bermodalkan teknologi canggih yang terpasang di dalam pesawat. Lalu apa perbedaan antara drone dengan UAV? Mari kita simak.
Drone berasal dari asal kata ‘drone’ yang artinya adalah lebah jantan. Awalnya istilah drone hanya digunakan untuk menyebut sebuah target simulasi yang bergerak diudara (air moving targets) untuk latihan menembak, baik dari darat ke udara (ground to air) maupun dari udara ke udara (air to air). Pada perkembangannya, drone dipakai juga untuk menyebut sebuah UAS (unmanned aircraft system), pesawat tanpa awak. Bahkan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat bersama dengan FAA (Federal Aviation Administration) menyusun sebuah road map tentang pesawat tanpa awak di tahun 2005 – 2030.
Istilah ini juga digunakan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) dan BCAA (British Civil Aviation Authority). Selanjutnya muncul pula beberapa terminologi dengan pengertian yang sama yaitu antara lain adalah UAV (Unmanned-aircraft Vehicle System) dan RPV (Remotely Piloted Aerial Vehicle) serta RPAS (Remotely Piloted Aircraft System). Dengan demikian maka drone yang belakangan ini banyak disebut-sebut sebenarnya mewakili pengertianuntuk UAS, UAV dan juga RPV. Pengertian dasarnya adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah kendaraan udara yang berbentuk aerodinamis dengan dukungan tenaga tertentu dan mampu terbang sendiri tanpa awak dengan pengendalian jarak jauh.
Awal penggunaan
Pesawat tanpa awak (UAV) dapat digunakan berulang kali dan mampu membawa berbagai muatan, antara lain kamera, radio, senjata dan alat pengintai. Sebenarnya, pesawat tanpa awak yang disebut sebagai drone belakangan ini dapat dikatakan sama dengan pengertian yang sudah ada sebelumnya yaitu pesawat model yang menggunakan remote control. Jadi sebelum adanya istilah UAV dan drone, digunakan istilah ‘pesawat model remote control’ untuk menyebut pesawat tanpa awak. Namun batas antara ‘pesawat model’ dengan drone menjadi tidak jelas. Karena sekali lagi, drone dianggap sebagai objek terbang, bukan sebagai pesawat.
Dengan perkembangan teknologi, drone banyak digunakan bukan lagi sebatas hobi. Penggunaan dan polularitasnya semakin luas di masyarakat. Disinilah kemudian, beberapa negara dan organisasi membuat semacam penggolongan untuk membedakan pesawat model tanpa awak (UAV) dengan drone. Salah satu acuannya adalah ukuran dan beratnya. Akan tetapi, otoritas penerbangan Amerika Serikat yang sangat berpengaruh dalam dunia penerbangan global mendefinisikan setiap pesawat terbang tanpa awak dapat disebut sebagai UAV. Itulah yang menyebabkan perbedaan pesawat model radio control (UAV) dengan drone menjadi tidak jelas.
USAF (Angkatan Udara Amerika Serikat) sudah berpikir untuk mulai menggunakan UAV dalam perkembangan perang dingin antara blok timur dan barat. Ide ini kemudian bergulir dengan cepat saat Uni Soviet berhasil menembak jatuh pesawat mata-mata Amerika U-2 pada tahun 1960. Hanya hitungan hari setelah U-2 ditembak jatuh, Amerika memulai program sangat rahasia mengembangkan penggunaan UAV yang dikenal kemudian dengan nama sandi “Red Wagon”. Untuk pertama kali dengan tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi, UAV digunakan dalam medan pertempuran di perang Vietnam. Pada tahun 1973 pihak militer Amerika Serikat secara resmi mengkonfirmasi bahwa Amerika Serikat memang telah menggunakan UAV pada perang Vietnam. Alasannya, saat itu lebih dari 5.000 pilot Amerika Serikat tewas dalam pertempuran dan lebih dari 1.000 orang lainnya hilang dalam tugas. Wing 110, pengintai strategis USAF, telah melakukan tidak kurang dari 3.435 misi menggunakan UAV dalam perang Vietnam dan sejumlah 554 UAV telah hilang lenyap karena berbagai sebab.
Sejak itulah maka penggunaan UAV meluas pada misi-misi berisiko tinggi yang harus dilaksanakan dalam medan pertempuran, peperangan, dan bahkan juga pada misi-misi perdamaian. Drone digunakan antara lain untuk target penembakan dan target pengelabuan. Di bidang intelijen drone digunakan untuk melaksanakan misi pengintaian. Di medan perang dan atau pertempuran drone digunakan untuk melaksanakan misi penembakan sasaran strategis berisiko tinggi. Sistem dukungan logistik tertentu juga telah mulai memanfaatkan drone.
Di samping itu, drone juga sudah digunakan untuk tujuan penelitian dan pengembangan. Pada tugas-tugas sipil drone banyak sekali digunakan untuk pemotretan dan aerial photography, penyemprotan hama –agriculture dan proses pengumpulan data untuk tujuan tertentu. Pesawat terbang tanpa awak ini telah mampu menggantikan peran dari pesawat pengintai Amerika U-2.
Drone di Indonesia
Di Indonesia drone telah berkembang cukup pesat. Sebelum Drone dikenal luas, sebenarnya kegiatan aeromodelling atau pesawat model tanpa awak sudah cukup banyak dilakukan. Mereka tergabung antara lain dalam wadah organisasi FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) dan APDI (Asosiasi Pilot Drone Indonesia). Perkembangan drone selanjutnya dipelopori antara lain oleh LAPAN dan juga BPPT. Di samping itu pihak swasta dan beberapa lembaga penelitian dan pengembangan serta sejumlah perguruan tinggi juga telah melakukan mengembangkan drone. Tidak kurang dari delapan jenis drone telah dibuat di dalam negeri.
Pada umumnya drone memang digunakan untuk misi pengintaian, pemotretan udara, penelitian karakteristik atmosfer untuk meteorologi, pemantauan kabel listrik tegangan tinggi dan juga pengawasan daerah perbatasan serta untuk kepentingan komersial seperti iklan dan lain-lain. Beberapa drone juga digunakan di daerah perbatasan untuk kegiatan pemantauan. Bahkan Indonesia mempunyai pabrik drone pertama di Asia Tenggara. Di masa depan, semoga semua usaha pengembangan ini menjadi tolok ukur pembangunan sektor dirgantara Indonesia.
Bagi para penerbang drone, penting untuk dapat mengetahui aturan atau regulasi yang berlaku untuk menerbangkan drone. Baik itu hobby aeromodelling maupun untuk keperluan professional seperti survey foto udara. Di Indonesia, regulasi yang mengatur penerbangan drone terdapat dalam PERMEN No. 90 Tahun 2015. Salahsatu poinnya, mengatur soal larangan menerbangkan drone di dekat wilayah Bandar Udara/Airport karena berpotensi mengganggu penerbangan. Bukan saja mengganggu tapi jelas membahayakan, Bisa dibayangkan bila drone yang kita terbangkan di depan pesawat terbang lalu terhisap kedalam mesin jet lalu timbul ledakan? Terlebih karena pesawat dalam kondisi pendaratan (Final Approach) adalah salahsatu fase kritis yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Tapi ternyata sebelum drone sepopuler sekarang, justru pegiat aeromodelling banyak menerbangkan pesawat-pesawatnya di wilayah Bandara. Kenapa? Karena hanya di bandaralah tersedia runway/landasan untuk memacu pesawat Aeromodelling berjenis fixed wing. Apakah mengganggu penerbangan? Tidak berbahaya selama pilot berkomunikasi dengan ATC/Tower. Seperti saat ada pesawat hendak take-off atau landing, tower akan menghubungi salah satu komandan lapangan agar semua drone mendarat terlebih dahulu beberapa saat dengan jeda waktu yang aman.
Sebut saja bandara Husein Sastranegara di Bandung, dulunya adalah markas para pegiat Aeromodelling dari berbagai club dibawah naungan FASI / Federasi Aero Sport Indonesia. Seluruh anggota club waktu itu diberi pass masuk yang ditunjukan kepada anggota TNI yang berjaga di pos depan, karena Bandara Husein Sastranegara adalah Pangkalan Militer. Bertahun-tahun para anggota club Aeromodelling berlatih menerbangkan wahananya disana sampai pada tahun 2012, seiring dengan meningkatnya traffic penerbangan ke Bandung, kegiatan aeromodelling sepenuhnya dipindahkan ke Pangkalan Udara Sulaiman.
Perizinan untuk pengoperasian
drone di Bandara harus mendapat restu dari dua pihak yaitu Pemerintah Daerah
Setempat (Dinas Perhubungan), juga pihak bandara & PT Airnav dibawah
koordinasi Kementerian Perhubungan RI. Kalau sudah dapat izin dari pihak-pihak
tersebut, selanjutnya kita tinggal berkoordinasi dengan pihak di Bandara.
Setelah perizinan dari pemda
selesai, selanjutnya adalah berkoordinasi dengan Tower / ATC di bandara
tersebut. Di bandara-bandara besar, Tower dibagi-bagi tugas. Ada yang
mengontrol pergerakan pesawat di darat (Grond Control Tower), ada yang
mengendalikan pesawat pada zona tertentu (approach, tower, dll). Tapi di
Bandara-bandara kecil biasanya cuma ada beberapa orang saja, jadi jauh lebih
sederhana.
Selain soal pengalaman, Pihak
bandara biasanya menanyakan satu hal penting kepada pilot drone, bagaimana Flight
Path yang akan dilakukan? Disini harus dijelaskan bahwa flight path yang dilakukan
100% aman bagi penerbangan. ATC masih punya wewenang menolak perizinan terbang
seandainya pilot tidak bisa memberi jaminan keamanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri,
disebutkan mengenai area-area yang dilarang untuk menerbangkan drone, yang
meliputi:
Kawasan Udara Terlarang (prohibited area):
kawasan udara yang tidak diijinkan sama sekali untuk lewati oleh pesawat udara
apapun.
Kawasan Udara Terbatas (restricted area):
kawasan udara yang digunakan untuk kepentingan negara saja, yang jika sudah
tidak aktif bisa digunakan untuk sipil.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP):
wilayah sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan penerbangan.
Sementara dari jalur udara
sendiri, drone juga tidak diijinkan terbang di:
Controlled Airspace: jalur udara yang digunakan
untuk pelayanan penerbangan.
Uncontrolled Airspace di atas 150m. pada jalur
udara yang tidak dijadikan pelayanan penerbangan pun, drone tidak diperkenankan
terbang di atas 150m.
Berikut ini urutan tahap-tahap
yang perlu dilakukan saat mengambil foto/video udara di airport dengan
pergerakan pesawat aktif.
Pastikan sudah mengantungi izin sesuai dengan peraturan yang berlaku di sebuah area. Koordinasikan perizinan dengan pemda Setempat serta otoritas Bandara. Di Indonesia perizinan terbang di Bandara harus sampai ke Pemprov / Pemkab dan Kementerian / Dinas Perhubungan, serta PT. Airnav.
Saat tiba di bandara, segera lakukan koordinasi dengan otoritas bandara untuk meminta pendampingan sekuriti bandara selama operasional.
Berkoordinasi dengan pihak Tower yang biasanya dikelola oleh PT. Airnav, untuk membicarakan jadwal take off dan landing, peta runway, apron dan taxiway, untuk menentukan posisi aman untuk operasional drone. Jangan lupa bawa 2 buah radio HT, 1 untuk tower, sementara satu lagi digunakan di posisi terbang.
Saat standby di posisi operasional drone, laporlah kepada Tower, agar diberi informasi minimal beberapa saat sebelum pesawat taxi ke ujung landasan.
Drone diterbangkan terlebih dahulu sebelum pesawat bergerak, untuk menjaga jarak aman antara drone dan pesawat terbang. Setelah posisi drone berada di posisi aman, laporlah kepada tower bahwa pesawat sudah aman untuk take off.
Jangan gerakan drone anda selama pesawat belum take off. Ambil foto udara & Video udara di posisi yang aman.
Setelah pesawat take off, baru daratkan kembali drone, lalu lapor ke tower bahwa drone sudah aman, yang artinya landasan sudah clear untuk pendaratan.