Posts

Foto Udara dengan PUNA untuk pembuatan Peta Dasar PTSL

PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) merupakan suatu kebijakan mengenai pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis yang meliputi semua bidang tanah di seluruh desa maupun kelurahan yang ada di wilayah Republik Indonesia. Kebijakan yang merupakan Program Strategis Nasional (PSN) ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum hak atas tanah serta jaminan kepastian letak dan batas bidang tanah dengan membangun data bidang tanah baru  sekaligus meningkatkan serta menjaga kualitas data bidang tanah terdaftar yang sudah ada agar seluruh bidang-bidang tanah terdaftar lengkap dan akurat. Namun kegiatan PTSL ini tidak lepas dari permasalahan, sehingga pemerintah, dalam hal ini BPN terus melakukan evaluasi – yang mana hasilnya tertuang pada kebijakan mengenai Petunjuk Teknis PTSL yang dikeluarkan pada tanggal 3 Maret 2023.

Dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa ketidak-tersediaan peta dasar pendaftaran yang komprehensif serta tidak dilengkapi peta foto udara maupun Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) yang bergeoreferensi menjadi sebab timbulnya beberapa masalah diantaranya hasil pengukuran lapangan yang masih belum merata, masih banyaknya tumpang tindih (overlap) data hasil ukur dengan data yang sudah terdaftar, tidak sesuainya bidang tanah terdaftar terpetakan dengan kondisi sebenarnya di lapangan, serta hambatan-hambatan lainnya. Oleh sebab itulah pembuatan peta foto menggunakan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) menjadi salah satu tahapan pelaksanaan kegiatan pengumpulan data fisik yang harus dilakukan pada kegiatan PTSL tahun 2023

Sebagai perusahaan jasa survey pemetaan foto udara menggunakan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA), PT Zona Spasial ikut serta dalam mensukseskan Program Strategis Nasional(PSN) ini. Dengan pengalaman dan keahlian yang dimiliki, PT Zona Spasial melakukan pemrotetan udara dengan PUNA untuk mendapatkan peta foto yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran pada PTSL 2023. Peta foto yang didapatkan dari kegiatan ini lebih dari yang diharapkan yaitu dengan ketelitian 19-20 cm serta GSD 4 -10 cm.

Perbedaan Daya Tembus Vegetasi Foto Udara Dibandingkan LiDAR dengan Pesawat Nirawak

Pada setiap aerial survey dengan pesawat nirawak akan ditemui daerah-daerah dengan vegetasi yang padat maupun daerah terbuka. Untuk setiap daerah dengan perbedaan vegetasi tersebut perlu dilakukan perencanaan aerial survey yang baik sehingga sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Perencanaan ini juga meliputi perencanaan sensor yang akan dipakai dalam aerial survey. Seperti diketahui bahwa sensor pada aerial survey bermacam-macam. (lihat pembahasan https://zonaspasial.com/2020/01/efektivitas-pesawat-nirawak-untuk-pemetaan/ ). Khusus pada bahasan ini akan dibahas masalah daya tembus pada vegetasi.

 

Sensor Kamera Foto Udara

Sensor kamera merupakan sensor pasif. Sensor pasif ini berarti sensor hanya akan menangkap sinar matahari yang dipantulkan oleh obyek. Obyek yang tertutup oleh obyek lain tidak akan mampu dicapture oleh sensor. Demikian juga permukaan tanah yang tertutup oleh vegetasi, walaupun terdapat bukaan disela-sela dedaunan. Obyek yang terlihat di sela-sela daunan terlalu sempit untuk dicapture oleh sensor kamera, sehingga pantulan sinar matahari tidak dapat ditangkap oleh sensor. Kemungkinan yang lain  karena tingkat kecerahan obyek yang tertutup oleh daun-daun kanopi pohon sangat gelap sehingga tidak mampu ditangkap oleh sensor.

Daya tembus ini sensor foto tersebut merupakan salah satu kekurangan foto udara untuk aerial survey. Tetapi kemampuan sensor foto dalam menangkap warna merupakan keunggulan dibanding sensor LiDAR. Sensor foto dalam menangkap warna (RGB sensor) mampu memberikan keunggulan dalam identifikasi obyek.

 

Sensor LiDAR

Sensor aktif dari LiDAR mampu memancarkan pulse dan menangkap kembali hasilnya. Sensor aktif ini menghasilkan pointcloud dari pulse yang dipancarkan ke permukaan. Kemampuan pulse LiDAR dalam menembus kanopi merupakan keunggulannya. Dalam aerial survey dengan sensor LiDAR hal ini disebut Canopy High Models/Normalized Digital Surface Model (nDSM). Artinya pulse LiDAR mempunyai kemampuan dalam menembus kanopi melalui sela-sela daun sehingga tangkapan kembali pulse tersebut oleh sensor akan memberikan tinggi permukaan tanah sebenarnya.

 

Gambar 1. Perjalanan Pulse LiDAR (sumber: gisgeography.com)

 

Terdapat perbandingan yang telah dilakukan terhadap sensor foto udara dengan sensor LiDAR. Hasil peneltian tersebut membuktikan bahwa sensor LiDAR memang lebih unggul dalam hal menembus kanopi pepohonan.

Gambar 2. Perbandingan hasil pointcloud ketinggian LiDAR dan Foto Udara (sumber: Comparison of UAV LiDAR and Digital Aerial Photogrammetry Point Clouds for Estimating Forest Structural Attributes in Subtropical Planted Forests by Lin Cao, Hau Liu dkk)

 

Lalu Bagaimana Pemanfaatannya?

Seperti disinggung pada pembicaraan sebelumnya, bahwa dalam perencaan untuk aerial survey harus dilihat Area of Interest (AoI) yang akan disurvei, sehingga sensor yang digunakan akan sesuai. Untuk AoI dengan kanopi padat maka sensor LiDAR dapat digunakan pada pesawat Nirawak, tetapi jika kerapatan kanopi pohon tidak terlalu rapat maka penggunaan foto udara biasa dengan pesawat nirawak sudah mencukupi.

 

Efektivitas Pesawat Nirawak untuk Pemetaan

Seringkali terdapat pertanyaan dari client maupun calon client, seberapa efektif pesawat nirawak digunakan untuk pemetaan? Dan berapa luas area efektif yang dapat dipetakan dengan pesawat nirawak?

Tentu saja pertanyaan itu wajar, karena penggunaan pesawat nirawak untuk pemetaan relatif merupakan teknologi baru bagi client maupun  calon client. Kami akan mencoba menjawabnya dalam artikel ini.

 

Pemetaan apa yang dapat dilakukan dengan pesawat nirawak?

Pemetaan yang biasa dilakukan oleh client/calon client biasanya adalah pemetaan spesifik atau yang biasa disebut pemetaan tematik. Cakupan luasan yang khusus maupun informasi yang akan ditampilkan juga spesifik, maka pemetaan ini disebut pemetaan tematik. Beberapa pemetaan yang biasanya dilakukan secara tematik antara lain:

  • Pemetaan batas kepemilikan lahan
  • Pemetaan kontur pada area tertentu
  • Pemetaan tutupan lahan (Landuse)
  • Dan pemetaan tematik lainnya.

Selain itu ada juga pemetaan lebih spesifik seperti pemetaan jalur pipa, jalur jalan, sebaran kebocoran gas (biasanya hal ini masuk dalam bidang inspeksi), pemetaan 3D (3D smart city, termasuk di dalamnya), pemetaan untuk pemantauan kemajuan pembangunan infrastruktur dan lain-lain.

Lalu bisakah semua itu dilakukan dengan pesawat nirawak? Tentu saja bisa.

Hanya saja mungkin sensor yang dibawa berbeda-beda. Sensor ini disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Misalnya untuk kebocoran gas, maka tidak bisa digunakan kamera biasa, harus dengan kamera pendektesi panas (thermal camera). Demikian juga jika akan melakukan pemetaan untuk kawasan yang padat vegetasi, maka pilihan terbaik sensor adalah dengan LiDAR Drone, karena kemampuannya yang unggul dalam menembus vegetasi.

Jenis Sensor pada Pesawat Nirawak

Kesimpulannya, kemampuan pesawat nirawak untuk pemetaan sangat luas cakupannya. Hanya saja sensor yang dibawa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan.

https://zonaspasial.com/2018/11/memilih-drone-pemetaan-untuk-perusahaan-anda/

 

Berapa cakupan efektif pesawat nirawak untuk pemetaan ?

Saat ini jenis pesawat nirawak dipasaran sangat beragam. Dari yang murah sampai dengan yang mahal sekali. Demikian juga endurance yang ditawarkan sangat beragam, mulai yang hanya 10 menit sampai dengan lebih dari 2 jam. Demikian juga sensor yang dapat dibawa, sangat beragam. Keragaman ini memungkinkan pengguna lebih mudah menyesuaikan dengan kebutuhannya.

 

Untuk menjawab pertanyaan efektivitas luasan yang dapat dipetakan dengan pesawat nirawak, tentu saja harus dihubungkan dengan endurance. Semakin lama endurance, akan semakin luas cakupan yang diperoleh. Tetapi ini tentu saja ada batasan, yaitu payload yang mampu dibawa oleh pesawat. Endurance yang lama memerlukan baterei dengan daya yang besar, baterei dengan daya besar akan menambah beban pesawat nirawak yang ada batas payloadnya.

Jenis Pesawat Nirawak Zona Spasial

https://zonaspasial.com/2018/11/jenis-jenis-pesawat-tanpa-awak/

 

Kunci dari efektivitas penggunaan pesawat nirawak adalah pemahaman tentang kebutuhan pemetaan yang akan dilakukan. Jika pemetaan yang akan dilakukan hanya mencakup luasan kecil, atau hanya area-area tertentu saja, maka kebutuhan ini bisa diatasi dengan menggunakan pesawat nirawak jenis multirotor. Tetapi jika luasan yang akan dipetakan mencakup area yang besar maka kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan menggunakan pesawat nirawak jenis fixwing/flywing, yang mempunyai endurance lebih lama.

Dengan demikian, pertanyaan mengenai cakupan luas yang menjadi pertanyaan terjawab sudah, yaitu antara luasan area yang sempit +/- 1Ha sampai dengan 10.000 Ha. Di atas luasan tersebut, maka penggunaan pesawat nirawak menjadi tidak efektif karena waktu yang dibutuhkan untuk melakukan survei menjadi lebih lama.

LiDAR pada Pesawat Nirawak

Perkembangan dunia survey dengan drone saat ini sudah semakin maju. Jika pada era sebelumnya foto udara dengan drone/UAV ini menggunakan penerbangan secara manual, maka saat ini sudah bisa fully autopilot. Demikian juga sensor yang dibawa, baik sensor pengambilan data raster maupun sensor posisi.

Untuk positioning, jika dulu yang tersedia hanya GNSS biasa, saat ini sudah bisa menggunakan RTK. Sensor pengambilan data pun mengalami kemajuan, jika dulu hanya data raster berupa kamera foto, saat ini sudah tambahkan sensor LiDAR.

Kebutuhan akan ketelitian Digital Terrain Model (DTM) atau kontur yang dihasilkan oleh pemetaan dengan Drone/UAV yang mendasari adanya sensor LiDAR pada drone/UAV. Dengan sensor LiDAR ini maka diharapkan permasalahan ketelitian tersebut dapat diatasi. Keunggulan Sensor LiDAR akan menambah ketelitian DTM yang dihasilkan pada survey dengan menggunakan Drone/UAV.

Kemampuan LiDAR dalam menembus vegetasi yang rapat untuk mendapatkan ground merupakan kelebihan yang mampu meningkatkan akurasi DTM/Kontur. Jika menggunakan foto udara biasa, maka daerah dengan kanopi/tutupan yang padat (misalkan hutan) akan sulit didapatkan DTM/Kontur yang akurat. Daerah dengan tutupan yang padat akan dilakukan interpolasi jika menggunakan foto udara biasa. Interpolasi tentu saja sangat menyulitkan dan kurang akurat jika daerah tersebut sangat luas lingkupannya.

Penggabungan dua sensor pengambilan data yaitu kamera dan LiDAR akan membuat akurasi data semakin baik. Data LiDAR dilengkapi dengan coloring dari hasil kamera serta data kamera dengan posisi ground menggunakan data LiDAR merupakan kombinasi yang memperkuat akurasi hasil survei dengan wahana nirawak.

 

Penentuan Posisi pada Survei Foto Udara dengan Pesawat Nirawak

Posisi suatu titik pada hasil foto udara saat ditunjukkan dengan suatu sistem koordinat. Sistem koordinat ini bisa lokal, -artinya bahwa posisi tersebut ditunjukkan oleh baris dan kolom pada foto yang dihasilkan-, bisa juga global, -yang artinya mengacu pada sistem koordinat tertentu.

 

Penentuan posisi suatu titik atau obyek secara global membutuhkan metode yang dapat mentransformasikan titik tersebut dari lokal ke global. Berikut ini beberapa metode yang dapat digunakan untuk mentransformasikan posisi titik/obyek dalam foto udara sehingga berkoordinat global.

 

  • Metode GCP’s (Ground Control Point’s)

Metode menggunakan GCP’s untuk melakukan transformasi koordinat ini yang paling awal digunakan dalam foto udara. Pemasangan dan pengukuran bisa GCP dilakukan sebelum foto udara dilakukan (Premark) atau setelah foto  udara dilakukan (Postmark). GCP yang sudah terukur tersebut akan mempunyai koordinat global yang selanjutnya akan digunakan sebagai titik sekutu dalam transformasi koordinat.

Penggunaan GCP sebagai titik sekutu dalam transformasi koordinat ini akan menghasilkan foto udara yang mempunyai koordinat global. Proses yang dilakukan adalah post processing, artinya bahwa proses trannsformasi dilakukan setelah data foto udara dan GCP’s didapatkan.

 

  • Metode RTK (Real Time Kinematic)

Saat ini sedang marak penggunaan RTK dalam industri Drone/UAV. Kemudahan dalam pengoperasian menjadi salah satunya. Board RTK GNSS saat ini banyak dijual dipasaran dan bisa dilakukan pemasangan secara mandiri oleh industri jasa drone/UAV pemetaan. Terdapat juga drone yang sudah dilengkapi langsung dengan RTK GNSS, tetapi harganya masih belum bisa dibilang murah.

Metode RTK dalam foto udara dengan drone/UAV ini secara prinsip melakukan transformasi koodinat langsung di udara. Artinya foto yang didapat langsung berkoordinat global. Hal ini karena board RTK pada Drone/UAV langsung mendapatkan koordinat global melalui satelit GPS dan mendapatkan koreksi langsung dari titik acuan tetap di darat (bisa menggunakan CORS atau titik tetap lainnya). Koreksi secara real time inilah yang akan membuat koordinat pada foto udara mempunyai ketelitian yang sudah relatif bagus.

 

  • Metode PPK (Post Processing Kinematic)

Metode PPK ini sebenarnya hampir sama dengan RTK, hanya saja koreksi dilakukan setelahnya (post processing). Metode ini membuat foto udara yang dihasilkan telah mempunyai koordinat tetapi belum terkoreksi sehingga masih menyimpang dari ketelitian yang diharapkan.

Pada saat pesawat nirawak mendapatkan koordinat dari satelit GPS maka titik acuan juga mendapatkan signal yang sama. Dengan demikian maka koordinat yang dihasilkan oleh pesawat nirawak akan dapat dikoreksi oleh titik acuan berdasarkan korelasi waktu. Tingkat ketelitiannya sangat bagus jika menggunakan metode PPK ini.

 

 

Lalu apa kekurangan dan kelebihan dari ketiga metode tersebut? Kami akan membahasnya pada artikel selanjutnya.

Menjaga Aset dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Salam Spasial,

Aset berharga pada perusahaan konsultan jasa survey dan pemetaan paling utama adalah manusia. Keberadaan aset ini harus selalu dijaga dan dirawat sehingga mampu memberikan positive feedback ke perusahaan. Aspek keselamatan dan kesehatan pekerja harus menjadi perhatian utama sebuah perusahaan.

Yang biasa kita kenal dengan Kesehatan dan keselamatan Kerja tidak hanya terbatas pemakaian APD (Alat Pelindung Diri), karena menurut WHO pengertian K3 adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan. Lingkup K3 sangat luas, jika merujuk pada definisi ini.

Biasanya kita hanya mengacu pada kesehatan fisik saja, seperti melakukan pekerjaan sesuai SOP (Standart Operational Procedure), melindungi dari bahaya fisik yang bisa menimpa di tempat kerja, membuatkan asuransi kesehatan dan lain-lain. Kita jarang menerapkan kesehatan mental seperti kenyamanan tempat kerja, pergaulan sesama pekerja, istirahat yang cukup serta menikmati waktu bersama keluarga.

Keselamatan dan kesehatan kerja, baik fisik dan mental, akan membuat aset perusahan yang paling berharga (yaitu pegawai) akan selalu terjaga dan produktif. Sehingga diharapkan bisa memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang pada akhirnya akan mensejahterakan karyawan dan lingkungan.

Dadali VTOL

Dalam artikel sebelumnya pernah dibahas mengenai jenis-jenis wahana Drone/UAV, salah satunya adalah Vertical Take Off Landing (VTOL). Seperti singkatannya, jenis wahana ini tegak lurus untuk persiapan terbang dan mendarat. Sedangkat saat terbang, wahana ini mirip dengan fixed wing biasa.Dadali VTOL ini dibuat karena memiliki keunggulan gabungan antara drone multirotor dengan Fixed wing. Drone Multirotor keunggulannya aman saat memulai penerbangan dan pada saat pendaratan. Sedangkan fixed wing keunggulannya adalah durasi terbang yang lebih lama dibanding drone multirotor.Dua keunggulan ini digabungkan sehingga tercipta sebuah wahana yang aman dan durasi (endurance) terbang cukup lama.
Keamanan pada saat memulai penerbangan dan pendaratan serta tidak diperlukannya area yang luas untuk melakukan hal tersebut merupakan keunggulan VTOL dibanding fixed wing biasa. Fixed wing memerlukan pelontar/lemparan untuk memulai misi penerbangan. Panjang landasan minimal 100 meter merupakan keharusan. Dadali VTOL cukup dengan 5 meter x 5 meter persegi sudah mampu terbang. Sedangkan Drone multirotor durasi (endurance) terbang sangat terbatas karena penggerak/baling-baling yang berkerja cukup banyak dan memerlukan daya yang besar. Sedangkan Dadali VTOL, seluruh baling-baling diperlukan hanya saat memulai misi penerbangan dan saat pendaratan. Pada saat terbang hanya 2 (dua) baling-baling yang berfungsi serta mode glider/melayang yang dapat menghemat energi/daya baterei.Keunggulan-keunggulan ini membuat Dadali VTOL sebagai pilihan utama dalam misi penerbangan UAV dalam proses pengambilan data pemetaan dengan foto udara.

Kecanggihan Pixhawk 3DR PX4

UAV (Autonomous Aerial Vehicle) dadali serta ASV (Autonomous Survey Vessel) Barelang yang dibuat oleh team PT Zona Spasial menggunakan fitur autonomous, yang berarti kedua wahana tersebut dapat beroperasi secara mandiri berdasarkan perintah yang telah diunggah pada autopilotnya. Dua macam wahana (udara dan air) dapat menggunakan satu jenis autopilot, yaitu pixhawk.

Keunggulan sistem Pixhawk seperti multithreading yang terintegrasi, sebuah area pemrograman seperti Unix/Linux, fungsi baru autopilot seperti Lua scripting pada misi dan jalur terbang, dan sebuah layer driver PX4 custom yang memastikan ketepatan waktu sepanjang keseluruhan proses. Kemampuan terbaru ini menegaskan bahwa tidak ada batasan untuk wahana (UAV/ASV) mandiri. Pixhawk juga memudahkan operator APM dan PX4 untuk transisi ke sistemnya, dan pada pengguna baru untuk bergabung dalam dunia wahana otonom yang menakjubkan!

Berikut ini adalah fitur yang ditawarkan oleh 3DR Pixhawk:

  • 32 bit ARM Cortex® terbaru Prosesor M4 menjalankan NuttX RTOS
  • Output 14 PWM/servo (8 dengan failsafe dan override manual, 6 bantuan, kompatibel dengan kekuatan yang tinggi)
  • Pilihan konektivitas yang banyak untuk peripherals tambahan (UART, I2C, CAN)
  • Sistem backup terintegrasi untuk recover selama penerbangan dan override manual dengan prosesor berdedikasi dan suplai daya yang berdiri sendiri
  • Sistem backup mengintegrasikan gabungan, menyediakan autopilot yang konsisten dan gabungan mode override manual
  • Input suplai tenaga yang berlebihan dan failover otomatis.
  • Tombol safety eksternal untuk aktivasi motor yang mudah
  • Indikator LED multi-warna
  • Indikator audio piezo dengan multi-nada dan kekuatan yang tinggi
  • Kartu Micro SD untuk penyimpanan yang lama dan rate tinggi.

Pertanian dengan Teknologi Drone

Pertanian Modern saat ini telah mengadopsi banyak teknologi yang bisa membantu dalam hal efektivitas dan efesiensi. Mekanisasi pertanian yang telah dimulai sejak lama. Pembibitan dengan bantuan teknologi dapat dilakukan pemilihan bibit yang meningkatkan hasil panen dan mempercepat waktu panen.

Teknologi pesawat nir awak (Drone/UAV) saat ini mulai dipakai sebagai pendamping teknologi-teknologi yang sudah ada sebelumnya. Pemanfaatan drone bagi pertanian ada beberapa hal antara lain:

  1. Pemetaan lahan
    Pemetaan lahan ini dilakukan oleh pemerintah maupun petani sendiri. Bagi pemerintah, pemetaan lahan pertanian dapat digunakan sebagai data prakiraan produksi pertanian. Data ini bisa dibagi-bagi menjadi data per jenis tanaman dan per wilayah. Prakiraan panen juga bisa dilakukan dengan menilik pada hasil pemotretan dengan pesawat nir awak. Sedangkan dari pihak petani bisa dilakukan pemotretan secara mandiri maupun berkelompok untuk melihat kesuburan maupun penyakit tanaman serta perkiraan waktu panen. Perkiraan penyakit maupun kesuburan tanaman serta masa panen dapat dilakukan dengan pengolahan rona pada area pertanian.
  2. Proses pemupukan dan penyemprotan pestisida
    Proses pemupukan (dengan pupuk cair) dan pemberian pestisida bagi tanaman merupakan hal yang selalu dilakukan untuk daya dukung tanaman supaya produksi meningkat. Pemupukan dengan menggunakan pesawat nir awak/UAV/Drone dapat membantu mempersingkat waktu serta efektif pada area tanam.

Portfolio Items