Registrasi Point Cloud Terrestrial Laser Scan dan Cara Melakukannya dengan Benar

Point cloud hasil terrestrial laser scan merupakan informasi spasial yang masih perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah melakukan penyatuan seluruh point cloud yang terpisah-pisah berdasarkan pengambilan data.

Registrasi point cloud ke dalam satu sistem yang sama adalah awal pada pengolahan data hasil laser scan. Sistem yang digunakan bisa dengan sistem lokal maupun dengan sistem global. Registrasi ini akan membuat seluruh point cloud berkorelasi dan menyatu dalam satu sistem yang sama.

 

Langkah registrasi ini memiliki dampak terhadap akurasi data yang akan digunakan, serta berdampak terhadap proses selanjutnya pada pengolahan point cloud menjadi model 3 dimensi.

Beberapa hal teknis yang perlu diperhatikan saat melakukan registrasi point cloud berdasarkan pengalaman yang kami miliki adalah sebagai berikut:

  • Lakukan Registrasi hasil TLS satu persatu berurutan sesuai perpindahan alat

Registrasi berurutan akan memudahkan dalam mengenali kesalahan, serta akan memudahkan dalam manejemen data. Setiap hasil scan akan dikenali dan jika terjadi kesalahan akan mudah dalam melakukan perbaikan.

  • Pastikan korelasi antar scan pada target memiliki error yang kecil.

Korelasi antar scan ini mempengaruhi point cloud secara keseluruhan. Error akan mempengaruhi setiap point.

  • Jika ditemukan hasil registrasi yang buruk buanglah korelasi target yang memiliki error terbesar

Korelasi target yang besar berpengaruh terhadap akumulasi error pada registrasi. Sehingga jika korelasi target yang error nya besar dibuang, maka error akan berkurang. Tetapi perlu diperhatikan bahwa target harus mempunyai ukuran lebih sehingga saat registrasi tidak kekurangan target yang akan dikorelasikan. Kami bahas masalah target pada tulisan sebelumnya.

  • Fix-kan scan yang sudah teregistrasi dengan baik agar tidak berubah

Sebaiknya scan-scan yang sudah terigistrasi dengan baik di fix-kan supaya tidak terpengaruh oleh registrasi scan yang selanjutnya.

  • Jika melibatkan scan yang banyak, buatlah grup/cluster registrasi

Kadang scan yang dilakukan bisa memuat banyak sekali tempat berdiri alat. Untuk manajemen data yang baik, lakukan grouping/cluster. Dengan grouping/cluster maka akan mudah dalam mengelola data point cloud hasil laser scan. Selain grouping/cluster, lakukan juga UNLOAD/HIDDEN (bukan DELETE) pada scan yang sudah teregistrasi dengan baik untuk scan yang berjumlah banyak.

 

Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan dalam registrasi hasil scan. Mungkin masih ada beberapa trik lain yang bisa ditambahkan untuk mempermudah pekerjaan registrasi hasil terrestrial laser scan.

Tip & Trik Melakukan Survei dengan Terestrial Laser Scan

Survei dengan menggunakan Terrestrial Laser Scan (TLS) saat ini sudah mulai banyak dilakukan. Selain keunggulan dalam hal capture data yang masif, juga survei ini sangat mudah dilakukan. Laser scan yang menghasilkan point cloud saat ini sudah diakui sebagai salah satu tool untuk menyajikan data spasial.

 

Berbicara tentang data spasial, tentu saja diperlukan presisi dan akurasi. Presisi dan akurasi tentu saja merujuk pada penggunaan data tersebut nantinya. Jika data akan digunakan untuk, misalkan DED tentu saja akurasi yang diminta akan tinggi. Demikian juga jika data spasial akan digunakan sebagai masukan dalam Dimensional Control (DC).

 

Terrestrial Laser Scan

 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan survei dengan TLS sehingga didapatkan hasil yang bagus adalah sebagai berikut:

  • Jarak obyek yang akan discan dengan TLS.

Hal ini akan mempengaruhi banyaknya point cloud yang dihasilkan. Semakin banyak akan semakin akurat. Selain itu juga adanya pembelokan cahaya, semakin jauh target maka cahaya laser akan semakin terbelokkan.

  • Sebaran target (baik sphere maupun checker board).

Sebaran target yang baik harus merata pada hasil point cloud. Posisi target diusahakan merata terhadap posisi TLS (atas-bawah, kiri-kanan, depan-belakang)

Checkerboard dan Sphere

 

  • Minimal terdapat 5 Target yang tescan dari satu posisi berdiri alat TLS.

Pada software registrasi biasanya menetapkan minimal 3 atau 4 buah target yang terdeteksi. Ukuran lebih pada pengambilan posisi target akan menambah keakuratan hasil, serta jika salah satu target rusak (tidak dapat diregistrasikan) maka masih ada target lain yang menggantikan.

  • Kurangi kumulatif error

Untuk mengurangi kumulatif error pada saat registrasi, maka target diusahakan terlihat dari 2 posisi TLS atau lebih. Sehingga dapat diregistrasikan dengan baik dan kumulatif error akan berkurang. Selain hal itu, untuk mengurangi kumulatif error juga usahakan jalur survei TLS merupakan polygon tertutup, sehingga target pertama akan terikat dengan posisi target terakhir.

Sphere terlihat di atas

 

  • Aturan checkerboard

Jika target menggunakan checkerboard, maka harus diletakkan pada permukaan yang rata. Permukaan checkerboard juga harus menghadap tegak lurus ke posisi lensa pada TLS.  Jika dimungkinkan, maka penambahan pengukuran posisi checkerboard dengan TS (Total Station), sehingga hasil registrasi akan semakin akurat dan kumulatif error berkurang.

Checkerboard tegak lurus alat

Autonomous Survey Vessel (ASV) Bagian III Alat Survey (SBES & MBES)

Saat ini banyak sekali alat survey pemeruman (bathymetri) di pasaran. Pada tulisan ini pembahasan ditujukan untuk alat survey Single Beam Echosouder (SBES) dan Multibeam echosounder (MBES). Kedua alat ini mampu dibawa dan digunakan dengan ASV (Autonomous Survey Vessel). Penggunaan kedua jenis peralatan survey ini tergantung dari kebutuhan. Wahana pembawa pun harus disesuaikan. Jika hanya SBES, maka mini ASV sudah mencukupi, tetapi jika survey membutuhkan MBES maka harus digunakan ASV biasa yang mampu membawa MBES dan perlengkapan lainnya.

 

Perbedaan  SBES dan MBES

Perbedaan utama antara SBES dan MBES tentu saja sonar yang dipancarkan, yaitu tunggal dan jamak. Demikian juga tangkapan hasil pulsa akustik dari keduanya juga berbeda. Berikut ini adalah perbedaan secara teknis:

Single Beam

Multibeam

–       Pengaturan yang mudah

–       Penggunaan yang mudah

–       Memakan waktu lama untuk survey luasan

–       Error mudah diidentifikasi

–       Single atau dual frekuensi

–       Pengaturan yang cukup rumit

–       Efesien, karena mampu merekam luasan

–       Deteksi kontak

–       Penggunaan data yang multiguna

–       Sumber error banyak

–       HF Only

–       File data yang masif

 

Keduanya, tentu saja, berbeda dalam penggunaan. Artinya tidak semua bisa dilakukan dengan SBES dan juga tidak semua survey hidrografi harus menggunakan MBES. Penggunaan kedua system itu harus disesuaikan kebutuhan. Misal kebutuhan hanya merekam kedalaman serta profil  kontur kedalaman, cukup dengan SBES. Demikian juga jika perlu perhitungan sedimentasi, kita bisa menggunakan SBES dual frekuensi, tidak perlu MBES.

SBES untuk Kedalaman dan Profil Kontur

Bagaimana cara penggunaan dan system kerja SBES? Dalam gambar berikut ini dapat menjelasakan bagaimana sebuah echosounder bekerja.

 

Beda waktu pelepasan sinyal dan penangkapan echo (sinyal balikan) dapat digunakan dalam perhitungan jarak, setelah mempertimbangkan juga velocity pada air. Jarak tersebut akan direkam sebagai kedalaman pada saat itu. Dengan banyaknya titik perekaman maka akan didapatkan kontur kedalaman dari area yang disurvey.

 

MBES untuk Profiling Detail

Prinsip kerja MBES pada dasarnya sama yaitu perhitungan waktu antara pelepasan pulse dengan penangkapan pulse oleh alat. Yang membedakan jika SBES pengiriman dan penangkapan sinyal hanya tunggal maka pada MBES sinyal yang dikirim maupun ditangkap jamak/multiple. Karena sinyal yang ditangkap oleh MBES bersifat multiple/jamak, maka bentuk permukaan yang dapat digambarkan juga bersifat luasan bukan hanya satu titik.

 

 

Pemanfaatan Alat Survey Hidrografi

Penggunaan SBES (Single Beam Echosounder) masih terbatas untuk mengetahui dasar permukaan bawah air dan untuk memetakan kontur bawah permukaan. Hal ini disebabkan keterbatasan SBES dalam memberikan hasil. Untuk keperluan praktis dan kecepatan dalam penggambaran kontur bawah permukaan air, SBES tentu saja lebih menguntungkan. Selain hal tersebut, biaya juga lebih murah.

Pemanfaatan MBES (Multibeam Echosounder) bisa dilakukan untuk mendapatkan profiling yang lebih detil. Misalnya untuk pendeteksian obyek di bawah permukaan air atau menggambarkan bangunan bawah air (mis, bendungan).

Autonomous Survey Vessel (ASV) Bagian II Autopilot dan Sistem Navigasi

Bagian paling penting dari sebuah wahana autonomous/nirawak adalah autopilot. Pada bagian inilah program untuk bergerak secara mandiri diprogram. Autopilot yang ada dipasaran saat ini ada dua sistem dari berbagai merk. Sistem yang terbuka (open source) dan tertutup (proprietary). Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Untuk Autonomous Survey Vessel (ASV) yang dibangun oleh PT Zona Spasial menggunakan open source karena kami nilai lebih gampang untuk disesuaikan dengan kondisi dan peralatan yang lain. Bukan berarti yang proprietary tidak bagus, hanya saja akan lebih rumit jika disesuaikan dengan peralatan yang berbeda-beda. Open source bisa diprogram sesuai dengan kebutuhan pada Autonomous Survey Vessel (ASV) yang kami bangun.

Sistem autopilot terhubung dengan perangkat lunak untuk pembuatan jalur pelayaran. Jalur pelayaran inilah yang nantinya akan memandu wahana ASV mengarungi perairan untuk melakukan survey. Pada prinsipnya, jalur-jalur pelayaran ini akan diunggah ke system autopilot dan akan memerintahkan wahana ASV mengikuti sesuai jalur.

Modul Autopilot dan Modul GPS

Adakalanya rencana jalur yang telah diunggah pada sistem autopilot mengalami perubahan akibat keadaan pada saat survei. Keadaan ini bisa diakibatkan oleh arus air, ombak maupun obyek-obyek yang membuat jalur menjadi melenceng. Untuk kejadian tersebut, perlu dilakukan koreksi terhadap Autonomous Survey Vessel (ASV) secara otomatis.

Koreksi dari sistem navigasi ini akan memberikan informasi ke autopilot bahwa rancangan jalur yang dilewati telah melenceng, maka autopilot akan memerintahkan ke motor untuk mengatur kecepatan putaran propeler dan memerintahkan rudder untuk manuver kapal sesuai jalur yang telah ditetapkan.

Navigation Chart ASV

Sistem navigasi yang terintegrasi pada autopilot membuat wahana ASV akan berjalan sesuai dengan jalur yang telah ditetapkan dan akan tetap pada jalur tersebut, sehingga pemeruman atau pengukuran kedalaman dan profil dasar wilayah perairan dapat diperoleh sesuai dengan yang direncanakan.

Demikian sedikit tentang sistem autopilot dan sistem navigasi pada ASV. Bagian selanjutnya kami akan membahas tentang peralatan survei hidrografi dengan SBES.

 

Dadali VTOL

Dalam artikel sebelumnya pernah dibahas mengenai jenis-jenis wahana Drone/UAV, salah satunya adalah Vertical Take Off Landing (VTOL). Seperti singkatannya, jenis wahana ini tegak lurus untuk persiapan terbang dan mendarat. Sedangkat saat terbang, wahana ini mirip dengan fixed wing biasa.Dadali VTOL ini dibuat karena memiliki keunggulan gabungan antara drone multirotor dengan Fixed wing. Drone Multirotor keunggulannya aman saat memulai penerbangan dan pada saat pendaratan. Sedangkan fixed wing keunggulannya adalah durasi terbang yang lebih lama dibanding drone multirotor.Dua keunggulan ini digabungkan sehingga tercipta sebuah wahana yang aman dan durasi (endurance) terbang cukup lama.
Keamanan pada saat memulai penerbangan dan pendaratan serta tidak diperlukannya area yang luas untuk melakukan hal tersebut merupakan keunggulan VTOL dibanding fixed wing biasa. Fixed wing memerlukan pelontar/lemparan untuk memulai misi penerbangan. Panjang landasan minimal 100 meter merupakan keharusan. Dadali VTOL cukup dengan 5 meter x 5 meter persegi sudah mampu terbang. Sedangkan Drone multirotor durasi (endurance) terbang sangat terbatas karena penggerak/baling-baling yang berkerja cukup banyak dan memerlukan daya yang besar. Sedangkan Dadali VTOL, seluruh baling-baling diperlukan hanya saat memulai misi penerbangan dan saat pendaratan. Pada saat terbang hanya 2 (dua) baling-baling yang berfungsi serta mode glider/melayang yang dapat menghemat energi/daya baterei.Keunggulan-keunggulan ini membuat Dadali VTOL sebagai pilihan utama dalam misi penerbangan UAV dalam proses pengambilan data pemetaan dengan foto udara.

Autonomous Survey Vessel (ASV) Bagian 1

Wahana/Boat

Proses penelitian dan pengembangan (R&D) untuk Autonomous Survey Vessel (ASV) ini telah memakan waktu yang lama. Hampir 1 (satu) tahun kami bekerja keras untuk mewujudkan sebuah wahana nir awak yang mampu melakukan survey hidrografi secara mandiri (autopilot). Manfaat dari wahana (boat) nirawak/autonomous ini diantaranya adalah pengurangan biaya survey (cost cutting) dan keselamatan kerja (Safetiness).Pekerjaan dimulai dengan mencari wahana yang sesuai (kami mengembangkan pertama untuk perairan darat (sungai, danau, waduk dll)). Wahana harus stabil jika perairan berombak dan mampu bermanuver dengan baik di area sempit.
Setelah mendalami wahana, maka kami memilih 2 (dua) buah wahana, yaitu wahana kecil (panjang 60 Cm) dan wahana berukuran besar (panjang 1.8 Meter). Masing-masing wahana tersebut untuk peruntukan yang berbeda berdasarkan area yang akan disurvey dan kondisi perairannya.Kedua wahana tersebut telah dilakukan test dan layak untuk melakukan pekerjaan suvey.Pada bagian kedua, kami akan mengulas tentang autopilot yang digunakan wahana (boat) Nir awak.

Kecanggihan Pixhawk 3DR PX4

UAV (Autonomous Aerial Vehicle) dadali serta ASV (Autonomous Survey Vessel) Barelang yang dibuat oleh team PT Zona Spasial menggunakan fitur autonomous, yang berarti kedua wahana tersebut dapat beroperasi secara mandiri berdasarkan perintah yang telah diunggah pada autopilotnya. Dua macam wahana (udara dan air) dapat menggunakan satu jenis autopilot, yaitu pixhawk.

Keunggulan sistem Pixhawk seperti multithreading yang terintegrasi, sebuah area pemrograman seperti Unix/Linux, fungsi baru autopilot seperti Lua scripting pada misi dan jalur terbang, dan sebuah layer driver PX4 custom yang memastikan ketepatan waktu sepanjang keseluruhan proses. Kemampuan terbaru ini menegaskan bahwa tidak ada batasan untuk wahana (UAV/ASV) mandiri. Pixhawk juga memudahkan operator APM dan PX4 untuk transisi ke sistemnya, dan pada pengguna baru untuk bergabung dalam dunia wahana otonom yang menakjubkan!

Berikut ini adalah fitur yang ditawarkan oleh 3DR Pixhawk:

  • 32 bit ARM Cortex® terbaru Prosesor M4 menjalankan NuttX RTOS
  • Output 14 PWM/servo (8 dengan failsafe dan override manual, 6 bantuan, kompatibel dengan kekuatan yang tinggi)
  • Pilihan konektivitas yang banyak untuk peripherals tambahan (UART, I2C, CAN)
  • Sistem backup terintegrasi untuk recover selama penerbangan dan override manual dengan prosesor berdedikasi dan suplai daya yang berdiri sendiri
  • Sistem backup mengintegrasikan gabungan, menyediakan autopilot yang konsisten dan gabungan mode override manual
  • Input suplai tenaga yang berlebihan dan failover otomatis.
  • Tombol safety eksternal untuk aktivasi motor yang mudah
  • Indikator LED multi-warna
  • Indikator audio piezo dengan multi-nada dan kekuatan yang tinggi
  • Kartu Micro SD untuk penyimpanan yang lama dan rate tinggi.

Teknologi Laser Scan dan 3D Modeling untuk Asset Management

Asset management adalah suatu proses sistematis yang bertujuan untuk mempertahankan, membaharukan, dan mengoperasikan aset secara hemat melalui akuisisi, penciptaan, operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, dan penghapusan aset sehingga tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Dengan bantuan teknologi laser scan dan 3D Modeling, manajemen aset dapat dilakukan dengan lebih baik. Kemampuan laser scan dalam mengcapture obyek secara teliti serta 3D model yang dilakukan secara detil akan membantu dalam proses manajemen aset. Manajemen aset untuk obyek-obyek vital akan teroganisir dan sangat membantu dalam pengambilan keputusan.

Laser scan dengan ketelitian sampai dengan 2 mm dan 3D model dengan ketelitian sampai dengan 5 mm akan menggambarkan obyek-obyek vital untuk kepentingan operasi dan pemeliharaan. Secara berkala, updating terhadap obyek-obyek dalam lingkup manajemen aset perlu diperbarui, sehingga memudahkan dalam daily operation & maintenance.

Pertanian dengan Teknologi Drone

Pertanian Modern saat ini telah mengadopsi banyak teknologi yang bisa membantu dalam hal efektivitas dan efesiensi. Mekanisasi pertanian yang telah dimulai sejak lama. Pembibitan dengan bantuan teknologi dapat dilakukan pemilihan bibit yang meningkatkan hasil panen dan mempercepat waktu panen.

Teknologi pesawat nir awak (Drone/UAV) saat ini mulai dipakai sebagai pendamping teknologi-teknologi yang sudah ada sebelumnya. Pemanfaatan drone bagi pertanian ada beberapa hal antara lain:

  1. Pemetaan lahan
    Pemetaan lahan ini dilakukan oleh pemerintah maupun petani sendiri. Bagi pemerintah, pemetaan lahan pertanian dapat digunakan sebagai data prakiraan produksi pertanian. Data ini bisa dibagi-bagi menjadi data per jenis tanaman dan per wilayah. Prakiraan panen juga bisa dilakukan dengan menilik pada hasil pemotretan dengan pesawat nir awak. Sedangkan dari pihak petani bisa dilakukan pemotretan secara mandiri maupun berkelompok untuk melihat kesuburan maupun penyakit tanaman serta perkiraan waktu panen. Perkiraan penyakit maupun kesuburan tanaman serta masa panen dapat dilakukan dengan pengolahan rona pada area pertanian.
  2. Proses pemupukan dan penyemprotan pestisida
    Proses pemupukan (dengan pupuk cair) dan pemberian pestisida bagi tanaman merupakan hal yang selalu dilakukan untuk daya dukung tanaman supaya produksi meningkat. Pemupukan dengan menggunakan pesawat nir awak/UAV/Drone dapat membantu mempersingkat waktu serta efektif pada area tanam.

Pengukuran Dasar Waduk dengan Single Beam Echosounder

Sedimen yang dibawa oleh sungai-sungai yang mengalir ke sebuah bendungan/waduk semakin lama akan membuat pengendapan dan mendangkalkan bendungan/waduk tersebut. Monitoring terhadap hal ini bisa dilakukan dengan berkala. Dangkalnya suatu bendungan/waduk tentu saja berpengaruh terhadap kapasitas/daya tampung air yang dibutuhkan.

Pengukuran berkala bisa dilakukan dengan memanfaatkan peralatan survey hidrografi. Pengukuran kedalaman dengan Single Beam Echosounder (SBES) sudah mencukupi untuk keperluan ini.

Peralatan yang dibutuhkan untuk mengukur dasar waduk antara lain:

  • Autonomous Survey Vessel (ASV) atau kapal tanpa awak/nirawak untuk wahana alat survey
  • Global Positioning System (GPS/GNSS), untuk melakukan pengukuran posisi kapal dan alat survey kedalaman
  • Single Beam Echosounder (SBES), alat yang memancarkan sonar suara yang digunakan untuk mengukur kedalaman
  • Autopilot, digunakan sebagai pemandu ASV dalam melakukan survey

Hasil akhir yang didapatkan adalah posisi horizontal (X dan Y) serta posisi kedalaman (Z). Berdasarkan hasil tersebut dapat digambarkan kontur kedalaman dasar waduk/bendungan.