Posts

Efektivitas Pesawat Nirawak untuk Pemetaan

Seringkali terdapat pertanyaan dari client maupun calon client, seberapa efektif pesawat nirawak digunakan untuk pemetaan? Dan berapa luas area efektif yang dapat dipetakan dengan pesawat nirawak?

Tentu saja pertanyaan itu wajar, karena penggunaan pesawat nirawak untuk pemetaan relatif merupakan teknologi baru bagi client maupun  calon client. Kami akan mencoba menjawabnya dalam artikel ini.

 

Pemetaan apa yang dapat dilakukan dengan pesawat nirawak?

Pemetaan yang biasa dilakukan oleh client/calon client biasanya adalah pemetaan spesifik atau yang biasa disebut pemetaan tematik. Cakupan luasan yang khusus maupun informasi yang akan ditampilkan juga spesifik, maka pemetaan ini disebut pemetaan tematik. Beberapa pemetaan yang biasanya dilakukan secara tematik antara lain:

  • Pemetaan batas kepemilikan lahan
  • Pemetaan kontur pada area tertentu
  • Pemetaan tutupan lahan (Landuse)
  • Dan pemetaan tematik lainnya.

Selain itu ada juga pemetaan lebih spesifik seperti pemetaan jalur pipa, jalur jalan, sebaran kebocoran gas (biasanya hal ini masuk dalam bidang inspeksi), pemetaan 3D (3D smart city, termasuk di dalamnya), pemetaan untuk pemantauan kemajuan pembangunan infrastruktur dan lain-lain.

Lalu bisakah semua itu dilakukan dengan pesawat nirawak? Tentu saja bisa.

Hanya saja mungkin sensor yang dibawa berbeda-beda. Sensor ini disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Misalnya untuk kebocoran gas, maka tidak bisa digunakan kamera biasa, harus dengan kamera pendektesi panas (thermal camera). Demikian juga jika akan melakukan pemetaan untuk kawasan yang padat vegetasi, maka pilihan terbaik sensor adalah dengan LiDAR Drone, karena kemampuannya yang unggul dalam menembus vegetasi.

Jenis Sensor pada Pesawat Nirawak

Kesimpulannya, kemampuan pesawat nirawak untuk pemetaan sangat luas cakupannya. Hanya saja sensor yang dibawa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan.

https://zonaspasial.com/2018/11/memilih-drone-pemetaan-untuk-perusahaan-anda/

 

Berapa cakupan efektif pesawat nirawak untuk pemetaan ?

Saat ini jenis pesawat nirawak dipasaran sangat beragam. Dari yang murah sampai dengan yang mahal sekali. Demikian juga endurance yang ditawarkan sangat beragam, mulai yang hanya 10 menit sampai dengan lebih dari 2 jam. Demikian juga sensor yang dapat dibawa, sangat beragam. Keragaman ini memungkinkan pengguna lebih mudah menyesuaikan dengan kebutuhannya.

 

Untuk menjawab pertanyaan efektivitas luasan yang dapat dipetakan dengan pesawat nirawak, tentu saja harus dihubungkan dengan endurance. Semakin lama endurance, akan semakin luas cakupan yang diperoleh. Tetapi ini tentu saja ada batasan, yaitu payload yang mampu dibawa oleh pesawat. Endurance yang lama memerlukan baterei dengan daya yang besar, baterei dengan daya besar akan menambah beban pesawat nirawak yang ada batas payloadnya.

Jenis Pesawat Nirawak Zona Spasial

https://zonaspasial.com/2018/11/jenis-jenis-pesawat-tanpa-awak/

 

Kunci dari efektivitas penggunaan pesawat nirawak adalah pemahaman tentang kebutuhan pemetaan yang akan dilakukan. Jika pemetaan yang akan dilakukan hanya mencakup luasan kecil, atau hanya area-area tertentu saja, maka kebutuhan ini bisa diatasi dengan menggunakan pesawat nirawak jenis multirotor. Tetapi jika luasan yang akan dipetakan mencakup area yang besar maka kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan menggunakan pesawat nirawak jenis fixwing/flywing, yang mempunyai endurance lebih lama.

Dengan demikian, pertanyaan mengenai cakupan luas yang menjadi pertanyaan terjawab sudah, yaitu antara luasan area yang sempit +/- 1Ha sampai dengan 10.000 Ha. Di atas luasan tersebut, maka penggunaan pesawat nirawak menjadi tidak efektif karena waktu yang dibutuhkan untuk melakukan survei menjadi lebih lama.

Apa itu postmark dan bagaimana melakukannya?

Pada postingan sebelumnya pernah dibahas mengenai Ground Control Point (GCP) untuk foto udara dengan UAV. Pembahasan tersebut hanya mencakup tentang premark, yang memang biasa digunakan dalam foto udara dengan UAV (Unmanned Aerial Vehicle).

Ground control point yang akan dibahas saat ini adalah postmark.

Perbedaan Premark dan Postmark

Perbedaan signifikan adalah premark dilakukan sebelum proses pengambilan foto udara dilakukan, sedang postmark dilakukan setelah data foto udara (bisa juga citra satelit) dilakukan. Perbedaan yang lain adalah premark menggunakan marking yang dibahas pada pembahasan GCP sebelumnya

baca juga: https://zonaspasial.com/2018/11/apa-itu-ground-control-points-dan-bagaimana-menggunakannya/

Sedangkan postmark, tidak ditandai dengan marking seperti pada premark, melainkan menggunakan obyek-obyek yang dikenali dari foto udara/citra satelit yang telah ada.

Pembuatan Postmark

Seperti pada premark, kegunaan postmark, utamanya adalah untuk melakukan georeferensi pada foto udara/citra satelit yang telah ada, berikut ini beberapa hal mengenai postmark:

  1. Postmark ditentukan/dibuat jika titik premark hilang/rusak atau kurang atau tidak ada. Titik premark bisa rusak akibat angin/hujan, atau bahkan hilang karena ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya titik premark, sehingga diperlukan penentuan titik kontrol pengganti premark yaitu postmark untuk melakukan pengolahan data.

  2. Lokasi ideal untuk menentukan postmark sama dengan premark, yaitu dengan mengidentifikasi lokasi-lokasi atau obyek-obyek yang dapat dijadikan sebagai lokasi titik postmark, seperti perempatan jalan, sudut jalan, perpotongan jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna mencolok, persimpangan rel dengan jalan atau benda, atau monumen yang mudah diidentifikasi. Lokasi titik premark didokumentasikan dengan memotret titik premark dari segala arah mata angin, dibuatkan sketsa lapangan jika diperlukan, informasi mengenai koordinat titik postmark, dan penamaan titik postmark.

  3. Karena Postmark adalah titik kontrol yang diukur setelah pekerjaan survei foto udara, maka perlu dilakukan identifikasi objek yang terdapat pada foto, kemudian ditentukan koordinat fotonya, sehingga  identifikasi di lapangan pada titik kontrol postmark dapat dilakukan, kemudian diikuti dengan kegiatan:

    1. Melakukan pengecekan langsung di lapangan sesuai dengan yang sudah ditentukan pada foto.

    2. Marking area yang sudah dibuat titik postmark.

    3. Melakukan penamaan titik postmark.

    4. Melakukan pengukuran terhadap titik postmark tersebut

Dengan adanya postmark, maka foto udara/citra satelit dapat dilakukan georeferencing lebih akurat.

Dadali VTOL

Dalam artikel sebelumnya pernah dibahas mengenai jenis-jenis wahana Drone/UAV, salah satunya adalah Vertical Take Off Landing (VTOL). Seperti singkatannya, jenis wahana ini tegak lurus untuk persiapan terbang dan mendarat. Sedangkat saat terbang, wahana ini mirip dengan fixed wing biasa.Dadali VTOL ini dibuat karena memiliki keunggulan gabungan antara drone multirotor dengan Fixed wing. Drone Multirotor keunggulannya aman saat memulai penerbangan dan pada saat pendaratan. Sedangkan fixed wing keunggulannya adalah durasi terbang yang lebih lama dibanding drone multirotor.Dua keunggulan ini digabungkan sehingga tercipta sebuah wahana yang aman dan durasi (endurance) terbang cukup lama.
Keamanan pada saat memulai penerbangan dan pendaratan serta tidak diperlukannya area yang luas untuk melakukan hal tersebut merupakan keunggulan VTOL dibanding fixed wing biasa. Fixed wing memerlukan pelontar/lemparan untuk memulai misi penerbangan. Panjang landasan minimal 100 meter merupakan keharusan. Dadali VTOL cukup dengan 5 meter x 5 meter persegi sudah mampu terbang. Sedangkan Drone multirotor durasi (endurance) terbang sangat terbatas karena penggerak/baling-baling yang berkerja cukup banyak dan memerlukan daya yang besar. Sedangkan Dadali VTOL, seluruh baling-baling diperlukan hanya saat memulai misi penerbangan dan saat pendaratan. Pada saat terbang hanya 2 (dua) baling-baling yang berfungsi serta mode glider/melayang yang dapat menghemat energi/daya baterei.Keunggulan-keunggulan ini membuat Dadali VTOL sebagai pilihan utama dalam misi penerbangan UAV dalam proses pengambilan data pemetaan dengan foto udara.

Kecanggihan Pixhawk 3DR PX4

UAV (Autonomous Aerial Vehicle) dadali serta ASV (Autonomous Survey Vessel) Barelang yang dibuat oleh team PT Zona Spasial menggunakan fitur autonomous, yang berarti kedua wahana tersebut dapat beroperasi secara mandiri berdasarkan perintah yang telah diunggah pada autopilotnya. Dua macam wahana (udara dan air) dapat menggunakan satu jenis autopilot, yaitu pixhawk.

Keunggulan sistem Pixhawk seperti multithreading yang terintegrasi, sebuah area pemrograman seperti Unix/Linux, fungsi baru autopilot seperti Lua scripting pada misi dan jalur terbang, dan sebuah layer driver PX4 custom yang memastikan ketepatan waktu sepanjang keseluruhan proses. Kemampuan terbaru ini menegaskan bahwa tidak ada batasan untuk wahana (UAV/ASV) mandiri. Pixhawk juga memudahkan operator APM dan PX4 untuk transisi ke sistemnya, dan pada pengguna baru untuk bergabung dalam dunia wahana otonom yang menakjubkan!

Berikut ini adalah fitur yang ditawarkan oleh 3DR Pixhawk:

  • 32 bit ARM Cortex® terbaru Prosesor M4 menjalankan NuttX RTOS
  • Output 14 PWM/servo (8 dengan failsafe dan override manual, 6 bantuan, kompatibel dengan kekuatan yang tinggi)
  • Pilihan konektivitas yang banyak untuk peripherals tambahan (UART, I2C, CAN)
  • Sistem backup terintegrasi untuk recover selama penerbangan dan override manual dengan prosesor berdedikasi dan suplai daya yang berdiri sendiri
  • Sistem backup mengintegrasikan gabungan, menyediakan autopilot yang konsisten dan gabungan mode override manual
  • Input suplai tenaga yang berlebihan dan failover otomatis.
  • Tombol safety eksternal untuk aktivasi motor yang mudah
  • Indikator LED multi-warna
  • Indikator audio piezo dengan multi-nada dan kekuatan yang tinggi
  • Kartu Micro SD untuk penyimpanan yang lama dan rate tinggi.

Pelatihan Drone Mapping UPI

Dokumentasi pelatihan drone mapping dari PT. Zona Spasial untuk mahasiswa prodi SPIG, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, UPI. dilaksanakan selama 1 hari dengan materi pengenalan teknologi drone, perencanaan jalur terbang dan olahdata foto udara (23 Maret 2019).

Apa itu Ground Control Points dan Bagaimana Menggunakannya

Apa itu Ground Control Points dan Bagaimana Menggunakannya?

Jika Anda bekerja dengan perangkat lunak pemetaan foto udara, Anda pasti mendengar tentang titik kontrol tanah (Ground Control Point atau GCP). Istilah ini sering digunakan dalam industri survey, desain virtual dan konstruksi, GCP dapat meningkatkan akurasi dari peta yang dihasilkan dari foto udara. Meskipun tidak diperlukan dalam setiap situasi, GCP adalah alat vital untuk pemetaan yang presisi. Tapi apa sebenarnya titik kontrol tanah? bagaimana menggunakannya dengan benar?

Apa itu Ground Control Point?

Ilustrasi Ground Control Point dalam proyek survey

Titik kontrol tanah (GCP) adalah target besar yang ditandai di tanah, ditempatkan secara strategis di seluruh area survey dengan teknis dan preferensi tertentu. Anda harus terlebih dulu menentukan koordinat GPS RTK di pusat masing-masing. GCP dan koordinatnya kemudian digunakan untuk membantu perangkat lunak pemetaan drone untuk secara akurat memposisikan peta dengan kondisi nyata di sekitarnya.

Analoginya seperti menempatkan paku payung atau push pin dalam sebuah majalah dinding. Masing-masing pin dapat membantu merekatkan scrap (potongan rubrik mading) dengan bantalan mading agar bisa dipajang di dinding. GCP berfungsi demikian untuk bisa merujuk lokasi referensi peta di masing-masing titiknya.

Kapan dan Mengapa GCP Penting?

Ketika digunakan dengan benar, GCP dapat meningkatkan akurasi peta. Artinya, GCP membantu memastikan bahwa garis lintang dan bujur titik di peta secara akurat sesuai dengan koordinat GPS yang sebenarnya. Ini penting dalam situasi dimana pemetaan presisi dan akurasi diperlukan. Perusahaan survey umumnya menggunakan GCP, karena tingkat akurasi yang tinggi penting dalam sebagian besar pekerjaan yang dilakukan. Virtual Design dan konstruksi adalah sektor lain yang sering membutuhkan tingkat pemetaan yang presisi ini.

Setiap proyek pemetaan drone adalah unik, dan tidak semua proyek memerlukan tingkat akurasi peta yang tinggi. Karena itu, penting untuk menilai setiap proyek sebelum Anda memutuskan untuk mengambil langkah menggunakan GCP. Namun secara umum, proyek seperti overlay geo-referensi, dokumen desain dan survey tanah bisa memanfaatkan penggunaan GCP.

baca juga : Lakukan Survey dan Pemetaan Lebih Cepat dengan UAV

Cara Membangun Titik Kontrol di Tanah

Satu hal penting untuk diingat bahwa GCP harus mudah terlihat dalam foto udara Anda. Hal ini dilakukan dengan cara menggunakan warna kontras tinggi, dengan memastikan titik kontrol tanah cukup besar untuk dilihat dari ketinggian penerbangan tertentu. Kami merekomendasikan terbang dengan ketinggian 300 kaki dengan frontlap ​​dan sidelap 70/75 peta (tingkat tumpang tindih peta) saat menggunakan GCP. Perlu diingat bahwa hal ini dapat berubah tergantung pada area pemetaan. Kebanyakan penanda harus memenuhi dua kriteria sederhana:

  • Desain dengan tingkat kontras yang tinggi agar mudah dibedakan dengan medan di sekitarnya
  • Bentuk geometri standar yang menunjukkan pusat penanda yang diukur
Bentuk-bentuk umum sebuah GCP

Mengukur Lokasi GCP

Seperti yang telah disebutkan di atas, penting untuk mengukur koordinat GPS di pusat setiap titik kontrol tanah. Untuk melakukan ini, Anda memerlukan receiver Real Time Kinematic (RTK) atau Pasca Pengolahan Kinematik (PPK).  Jangan gunakan ponsel atau tablet untuk mengukur lokasi titik kontrol tanah Anda. Keakuratan perangkat ini sangat mirip dengan sistem GPS onboard drone dan tidak akan memberikan hasil yang akurat. Sebaliknya, gunakan salah satu metode sebelumnya yang tercantum di atas, seperti penerima GPS RTK atau PPK.

Tips menempatkan GCP

Contoh sebaran GCP dalam area survey

Sebarkan GCP merata di tanah. Marker harus ditempatkan disekitar sudut luar area dan sisanya didistribusikan di seluruh pusat area. Secara umum, survey lapangan harus dapat memuat minimal 5 GCP dengan kisaran luas 10 sampai 120 hektar per area survey. Pastikan GCP diberi jarak yang cukup berjauhan, untuk menghindari kebingungan.

Buat zona penyangga di sekeliling batas peta. Disarankan zona penyangga berada diantara tepi peta dan titik GCP. Ini memastikan ada cukup cakupan gambar untuk melakukan pemrosesan ulang. Ukuran zona penyangga harus berada di antara 50-100 kaki, tergantung pada tingkat overlap penerbangan. Overlap yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak gambar dan umumnya membutuhkan lebih sedikit buffer zone.

Waspadai perubahan ketinggian. Jika area yang dipetakan memiliki perubahan elevasi yang nyata seperti bukit, ranjau dan lembah, pastikan untuk menempatkan setidaknya satu titik kontrol tanah pada setiap elevasi utama yang berbeda.

Pastikan GCP tidak terhalang. Obstruksi visual seperti overhang, salju, bayangan atau silau membuat titik kontrol tanah sulit diidentifikasi pada peta. Jangan sampai GCP terhalang objek di tanah dan hindari tutupan seperti tanaman, pohon dan lainnya.


Sumber :

https://blog.dronedeploy.com/what-are-ground-control-points-gcps-and-how-do-i-use-them-4f4c3771fd0b

https://medium.com/@propeller_aero/things-to-know-about-ground-control-in-drone-surveying-6b63ba6ccf0c